SUNNAH BERSIWAK
1. Niat:
نَوَيْتُ التَّسْوِيْكَ لِلّٰهِ تَعَالٰى
“Saya niat bersiwak karena Allah
Ta’ala”.
Keutamaan shalat dengan memakai siwak itu, sebanding dengan
70 kali shalat dengan tidak memakai siwak. (HR. Ahmad)
Satu kali anda bertasbih kepada Allah dengan diawali siwak, maka dihitung 70X bertasbih. Shalat dengan diawali siwak, akan terhitung 70X shalat. Dua rakaat shalat tahajjud diawali dengan siwak, maka dihitung 140 rakaat tahajjud.
Siwak juga merupakan salah satu toleransi yang diberikan bagi kita yang berpuasa, untuk dapat memakainya di siang hari tanpa merusak ibadah puasa kita. Di dalam Shahih Bukhari dari sahabat Amir bin Rabiah Radliyallahu Anhu ia berkata, “Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkan gigi beliau dengan siwak ketika beliau berpuasa, berulang kali, hingga saya tidak bisa menghitungnya.”
Satu kali anda bertasbih kepada Allah dengan diawali siwak, maka dihitung 70X bertasbih. Shalat dengan diawali siwak, akan terhitung 70X shalat. Dua rakaat shalat tahajjud diawali dengan siwak, maka dihitung 140 rakaat tahajjud.
Siwak juga merupakan salah satu toleransi yang diberikan bagi kita yang berpuasa, untuk dapat memakainya di siang hari tanpa merusak ibadah puasa kita. Di dalam Shahih Bukhari dari sahabat Amir bin Rabiah Radliyallahu Anhu ia berkata, “Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membersihkan gigi beliau dengan siwak ketika beliau berpuasa, berulang kali, hingga saya tidak bisa menghitungnya.”
Definisi dari siwak dalam bahasa Arab berarti menggosok,
sedangkan menurut arti syar’i adalah menggosok gigi dan sekitarnya dengan suatu
benda yang kasar (yang bisa menghilangkan kotoran gigi dan sisa makanan).
Adapun keutamaan memakai siwak banyak sekali diutarakan oleh
Nabi SAW, diantaranya hadits-hadits Nabi SAW berikut ini:
“Jika aku tidak takut memberatkan
umatku niscaya aku perintahkan mereka memakai siwak setiap kali akan
melaksanakan sholat. (Hadits Riwayat Imam Bukhori dan muslim)
“Memakai siwak itu mengharumkan
mulut, membuat rela Allah kepada kita dan membuat terang mata. (Hadits Riwayat
Imam Ahmad dan An Nasai)
“Dua rakaat dilaksanakan dengan
memakai siwak lebih baik dari 70 rakaat tanpa siwak. (Hadits Riwayat Imam Abu
Nairn dan Ad Daruqutni)
Para ulama’ berkata bahwasanya memakai siwak mempunyai
banyak faedah bahkan sebagian dari mereka menghitungnya sampai 70 faedah,
diantaranya sebagai berikut:
1. Menambah
kefasihan Lisan
2. Menambah
kecerdasan
3. Mempertajam
pandangan mata
4. Mempermudah
jalannya ruh ketika sekarat
5. Membuat takut
musuh
6. Mendapatkan
pahala yang banyak dengan menggunakannya
7. Membuat awet
muda pemakainya
8. Mengharumkan bau
mulut
9. Menghilangkan
kotoran serta kuningnya gigi
10. Menguatkan gusi
11. Membuat bundar
muka
12. Membuat rela
Allah
13. Memutihkan gigi
14. Menyebabkan
kekayaan dan kemudahan bagi yang memakainya
15. Menghilangkan
pusing kepala dan penyakit penyakit kepala
16. Memperbaiki
pencernaan serta menguatkannya
17. Membersihkan hati
18. Mengingatkan kita
untuk mengucapkan dua kalimat syahadat ketika sekarat, dan masih banyak lagi
faedah faedah yang disebutkan oleh ulama’ dalam kitab kuning mereka.
Adapun hukum bersiwak pada asalnya adalah sunnah akan tetapi
terkadang bisa menjadi wajib, makruh bahkan haram dan lain-sebagainya. Sebagai
mana hal itu dijelaskan dibawah ini:
2.
Wajib,
Yakni, terkadang bersiwak itu hukumnya wajib dalam tiga
masalah dibawah ini:
Yang pertama,
jika tergantung kepada penggunaan siwak hilangnya suatu najis, misalnya jika
dia makan sesuatu yang najis lalu sebagian makanan tersebut terselip diantara
giginya dan tidak dapat hilang kecuali dengan menggunakan siwak maka hukumnya
bersiwak saat itu adalah wajib.
Yang kedua,
jika dia seorang laki-laki yang berkewajiban melaksanakan sholat Jum’at, lalu
dia sengaja memakan sesuatu yang menyebabkan mulutnya berbau, misalnya karena
makan bawang mentah dan lain-lain, maka bau mulutnya tersebut harus dihilangkan
sebelum berangkat untuk sholat Jum’at karena hal itu dapat menganggu orang yang
duduk di sekitarnya. Dan jika tidak dapat hilang kecuali dengan menggunakan
siwak maka hukumnya bersiwak saat itu hukumnya wajib, dan jika setelah bersiwak
pun belum hilang juga maka hukumnya dapat diperinci sebagai berikut, jika dia
memakannya dengan sengaja maka tetap dia wajib melaksanakan sholat Jum’at akan
tetapi dia duduk paling belakang tidak berkumpul dengan orang, supaya tidak
mengganggu orang-orang yang duduk disekitarnya. Adapun jika memakannya tidak
disengaja misalnya karena dijamu oleh seseorang, maka tidak wajib atasnya
sholat Jum’at akan tetapi tetap dirumahnya dan sebagai gantinya dia laksanakan
sholat dzuhur di rumahnya.
Yang ketiga,
jika dia bernadzar untuk bersiwak ketika sholat, wudlu’ dan lain-lain, maka dia
wajib laksanakan nadzarnya tersebut, maka dalam tiga hal tersebut hukumnya
wajib bersiwak.
3.
Sunnah,
Yakni, sebagaimana diketahui bahwa asal hukum dari bersiwak
adalah sunnah. Jadi bersiwak dalam segala keadaan kapanpun hukumnya sunnah.
Cuma dalam beberapa keadaan menjadi lebih kuat kesunnahannya diantaranya pada
keadaan keadaan berikut ini:
1. Ketika berwudlu’
2. Ketika akan sholat
3. Ketika sekarat
4. Ketika akan
membaca Al Quran
5. Ketika akan
membaca hadits Nabi SAW
6. Ketika akan
membaca kitab kitab ilmu agama
7. Ketika bau mulut
berubah
8. Ketika akan
memasuki rumah
9. Ketika akan tidur
10. Ketika bangun dari tidur.
4.
Makruh,
Yaitu bersiwak setelah masuknya waktu sholat Dzuhur pada
saat kita sedang berpuasa baik puasa wajib atau sunnah, karena hal itu akan
menghilangkan bau mulut orang yang sedang berpuasa, yang mana dalam agama
dianjurkan untuk tidak dihilangkan.
5.
Khilaful aula,
Hukum khilaful aula sama dengan hukum makruh akan tetapi
lebih rendah dari makruh, yaitu jika bersiwak menggunakan siwak orang lain
dengan izinnya. Itupun jika tanpa niat tabarruk, adapun jika dengan niat
tabarruk maka hukumnya sunnah.
6.
Haram,
Yaitu jika bersiwak menggunakan siwak orang lain tanpa
seizin darinya dan tidak yakin dia akan rela meminjamkannya jika dia
mengetahuinya.
Derajat Alat yang Digunakan untuk Bersiwak
Menggunakan alat apapun untuk bersiwak hukumnya sunnah baik
dengan menggunakan kayu arok (yang biasa dibawa oleh para haji dari tanah
suci), sikat gigi, dan lain-lain yang penting alat itu kasar dapat
menghilangkan kotoran-kotoran gigi dan kuning-kuningnya. Dan Asalkan dengan
niat mengikuti sunnah Rosul maka kita akan mendapatkan pahala dari bersiwak
itu. akan tetapi jika kita menggunakan kayu arok lebih sunnah dari segi karena
Nabi SAW menggunakannya ketika beliau
bersiwak. Maka Lebih jelasnya lihatlah derajat alat untuk digunakan sebagai
siwak dari segi afdloliah (yang lebih utama) yaitu sebagai berikut:
1. Dengan kayu arok (yang terdapat di negara arab yang biasa
dijadikan hadiah oleh para haji dari tanah suci),
2. Dengan kayu yang diambil dari pelepah kurma yang tidak
tumbuh daun sekitarnya. Dan diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersiwak
terakhir kali sebelum beliau wafat menggunakan kayu dari pelepah pohon kurma,
3. Dengan kayu pohon zaitun. Sebagimana sabda Nabi
“Sebaik-baik siwak adalah dari pohon
zaitun dimana pohonnya membawa barokah dapat mengharumkan bau mulut dan
menghilangkan lubang gigi dan itu adalah siwakku dan para siwak para Nabi
sebelumku”. (Hadits Riwayat Imam Ad Daruqutni)
4. Menggunakan siwak yang masih basah,
5. Menggunakan siwak yang kering.
Dan setiap alat siwak tersebut diatas itu mempunyai 5
derajat lainnya dari segi basah tidaknya siwak yang kita gunakan, yaitu sebagai
berikut:
1. Siwak yang dibasahi
sebelumnya dengan menggunakan air.
2. Siwak yang
dibasahi sebelumnya dengan menggunakan air mawar.
3. Siwak yang
dibasahi sebelumnya dengan menggunakan air ludah.
4. Siwak yang masih
basah.
5. Siwak yang kering
tidak basah.
Maka macam-macam siwak tersebut diatas yang paling afdlol
digunakan dari segi alat siwaknya mempunyai lima martabat lainnya dari segi
basah dan keringnya, misalnya kayu arok yang dibasahi dengan air lebih afdlol
dari kayu arok yang dibasahi dengan air mawar, dan kayu arok yang dibasahi
dengan air mawar lebih afdlol dari kayu arok yang dibasahi dengan air ludah,
dan kayu arok yang dibasahi dengan air ludah lebih baik dari kayu arok yang
masih basah, dan kayu arok yang masih basah lebih baik dari kayu arok yang
sudah kering, begitu pula siwak yang terbuat dari pelepah kurma, atau kayu
zaitun dan lain-lain mempunyai lima martabat dari segi basah atau keringnya
kayu kayu itu jadi jumlah keseluruhannya adalah dua puluh lima martabat dalam
menggunakan alat alat siwak tersebut.
Sedangkan cara yang sunnah dalam memegang siwak adalah
dengan cara menjadikan jari kelingking dari tangan kanan di bawah ujung paling
bawah dari siwak tersebut, dan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk
diletakkan di atasnya sedangkan ibu jarinya diletakkan di bawah ujung paling
atas dari siwak itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar